Ketika Hukum Hanya Mengatur Akibat: Refleksi atas Ketidakseimbangan Aturan dan Keadilan Sosial
Oleh: Hamidul Umar – Penulis Reflektif & Pengamat Sosial
Sebagai warga negara, saya menghargai hukum. Tapi sebagai manusia yang berpikir, saya juga punya hak untuk bertanya: Apakah hukum kita benar-benar adil? Atau hanya terlihat adil di atas kertas?
Dalam beberapa kasus, saya melihat hukum kita seperti perangkap yang hanya menunggu korban jatuh, bukan pagar yang mencegah orang jatuh. Ia terlalu sibuk menghukum, tetapi lupa mencegah. Ia terlalu cepat menetapkan siapa yang bersalah, tapi lupa menelusuri apa yang menyebabkan seseorang salah.
⚖️ Hukum yang Menyentuh Akibat, Tapi Tidak Sebab
Bayangkan dua hal ini:
- Seorang pria dipenjara karena melakukan pelecehan atau bahkan perkosaan.
- Tidak ada satu pun aturan tegas yang membatasi cara berpakaian di ruang publik — walaupun itu bisa menjadi pemicu visual yang merangsang hawa nafsu secara biologis.
Apakah ini berarti saya menyalahkan perempuan? Tentu tidak. Tapi apakah negara hanya akan bertindak setelah kejadian buruk terjadi — dan tidak peduli terhadap sumber penyebab yang dibiarkan tumbuh liar?
Ini seperti membiarkan api menyala di ruang tamu, tapi marah saat rumah terbakar.
🧠 Adil Itu Bukan Tentang Siapa yang Dilindungi, Tapi Apa yang Diseimbangkan
Hukum hari ini terlalu responsif. Misalnya:
- Ada perlindungan khusus untuk perempuan, tapi tidak ada pembatasan terhadap hal-hal yang merusak struktur sosial.
- Ada pasal tentang asusila, tapi tidak ada batasan berpakaian di tempat umum.
- Negara cepat menghukum pelaku, tapi lambat menyentuh budaya yang menciptakan perilaku.
Adil bukan berarti melindungi satu pihak dan membiarkan pihak lain menanggung risiko. Adil berarti mengatur semua aspek secara seimbang.
🔍 Jika Hukum Hanya Mengatur yang Terjadi, Maka Ia Terlambat
Saya ingin hukum hadir sebelum kerusakan terjadi, bukan setelahnya. Saya ingin hukum:
- Mendidik, bukan hanya menghukum
- Membentuk budaya, bukan hanya memadamkan api
- Membuat standar, bukan hanya mencatat pelanggaran
Contoh sederhana:
Kenapa kita punya batas kecepatan mobil? Karena negara tahu, jika kecepatan dibiarkan bebas, maka kecelakaan tinggal tunggu waktu.
Lalu, kenapa tidak ada batasan berpakaian di ruang publik, padahal efek sosialnya nyata?
🧭 Kesimpulan: Hukum Harus Menjaga Keseimbangan Moral dan Sosial
Hukum bukan hanya tentang pasal dan hukuman, tapi tentang mencegah kerusakan dan menjaga nilai hidup bersama. Saya menulis ini bukan karena benci hukum, tapi karena saya ingin hukum menjadi penjaga nilai — bukan sekadar saksi terakhir sebelum semuanya terlambat.
Jika hukum hanya hadir setelah kerusakan terjadi, maka ia bukan pelindung. Ia hanya saksi.